Beranda | Artikel
Nilai Tergantung Niat
Rabu, 22 Maret 2023

اعْتَبَرَ اللَّهُ الْقَصْدَ وَالإِرَادَةَ فِيْ تَرَتُّبِ الأَحْكَامِ عَلَى أَعْمَالِ الْعِبَادِ

Allâh عزوجل memperhitungkan niat dalam menetapkan efek perbuatan-perbuatan para hamba-Nya

Syaikh Abdurazaq bin Abdul Muhsin hafizhahullâh menjelaskan bahwa maksud kalimat ini adalah semua perbuatan, baik perkataan maupun tindakan akan dinilai sesuai dengan niatnya. Terkadang secara kasat mata, suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia terlihat sama, namun ternyata ada yang diterima oleh Allâh عزوجل dan ada pula yang ditolak oleh Allâh عزوجل . ini semua tergantung niat yang tersimpan dalam hati

Kaidah ini telah dij elaskan dengan gamblang oleh Rasûlullâh ﷺ dalam sebuah hadits yang sangat masyhur. Rasûlullâh ﷺ bersabda :

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya amal-amal itu (harus) dengan niat, dan sesungguhnya amal seseorang itu tergantung niatnya.

Pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, meskipun terlihat sama, namun hasilnya belum tentu sama, karena sesuai dengan niat. Perhatikanlah lanjutan hadits di atas :

فَمَنْ كَانَـتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَ رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى  اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allâh dan Rasul-Nya, maka (pahala) hijrahnya (dinilai) kepada Allâh dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk kepentingan harta dunia yang hendak dicapainya atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya, maka hij rahnya menurut apa yang ia hijrah kepadanya. (HR. al Bukhâri dan Muslim).

Dalam hadits di atas terdapat contoh satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu hijrah. Secara zhahir terlihat sama, namun hasil yang didapat berbeda, karena niat yang menjadi motivasinya berbeda.1

Rasûlullâh ﷺ juga bersabda :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Sesungguhnya Allâh عزوجل tidak melihat ke bentuk rupa dan harta-harta kalian, akan tetapi Allâh عزوجل melihat ke hati-hati dan perbuatan-perbuatan kalian

Kaidah ini bukan hanya berdasarkan sabda Rasûlullâh, tapi juga bisa ditemukan dalam banyak ayat al-Qur’an. Diantaranya :

  1. Dalam masalah ganjaran suatu amalan. Dalam masalah ini, Allâh عزوجل menetapkan bahwa seseorang yang melakukan suatu amalan akan bisa meraih ganjaran pahala apabila dia melakukannya dengan niat ikhlas. Misalnya, dalam sebuah ayat, setelah menyebutkan tentang shadaqah, perbuatan yang ma’ruf atau mendamaikan orang yang bertikai, Allâh عزوجل menyatakan, orang-orang ini akan mendapatkan pahala jika dia ikhlas. Allâh عزوجل berfirman :

۞ لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allâh, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. an-Nisâ/4:114)

Artinya, orang yang melakukan semua amal terpuji ini karena riya’ atau ingin pamer, maka dia tidak akan mendapatkan pahala, meskipun realitanya amalan-amalan tersebut tetap mendatangkan kebaikan duniawi, seperti shadaqah bagi orang-orang miskin.

Allâh عزوجل juga berfirman :

وَمَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ وَتَثْبِيْتًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍۢ بِرَبْوَةٍ اَصَابَهَا وَابِلٌ فَاٰتَتْ اُكُلَهَا ضِعْفَيْنِۚ فَاِنْ لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗوَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allâh dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). (QS. al-Baqarah/2:265)

Dalam ayat ini disebutkan salah satu contoh amal shaleh yaitu bershadaqah. Namun tidak setiap orang yang terlihat bershadaqah mesti mendapatkan pahala shadaqah dari Allâh عزوجل , karena niat orang yang melakukannya juga berbeda-beda. Yang mendapatkan pahala hanyalah orang yang melakukannya dengan ikhlash.

  1. Dalam masalah ruju’ setelah thalak. Allâh عزوجل berfirman :

وَبُعُوْلَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذَالِكَ إِنْ أَرَادُوْا إِصْلَاحًا

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah (kebaikan). (QS. an Nisâ’/4:34)

 Artinya, jika para suami itu tidak memiliki niat baik, maka mereka tidak berhak meruju’ istri yang sudah ditalak. Dalam ayat ini, kita bisa melihat betapa peran niat itu begitu penting.

  1. Dalam masalah sumpah, Allâh عزوجل berfirman:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ

Allâh tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah), tetapi Allâh menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (QS. alBaqarah/2:225)

Maksudnya, Allâh عزوجل tidak menyiksa kalian dengan sebab sumpah sia-sia yang terucap oleh lisan-lisan kalian dengan tanpa disertai niat bersumpah. Dalam ayat ini terdapat bukti bahwa niat itu diperhitungkan dalam (nilai) ucapan, sebagaimana dia diperhitungkan dalam (menilai) perbuatan.

  1. Dalam masalah pemberian dari istri kepada suaminya. Allâh عزوجل berfirman :

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا

Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. an-Nisâ/4:4)

Juga firman Allâh عزوجل yang artinya:

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah/2:188)

  1. Dalam doa kaum Muslimin yang termaktub dalam firman Allâh عزوجل :

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ

Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. (QS. Al-Baqarah/2:286)

  1. Dalam masalah pembunuh tersalah, setelah menjelaskan diyat yang harus ditanggung, kemudian Allâh عزوجل berfi rman :

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا

Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allâh murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. an-Nisa’/4:93)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa sah atau tidaknya semua aktifi tas badan dan ucapan-ucapan yang terlontar dari lisan sangat tergantung pada niat yang tertanam dalam hati; Begitu juga tentang keterkaitan antara semua amalan dengan dosa atau pahala sangat tergantung dengan niat yang adal dalam hati.

Footnote:

1 Disarikan dari penjelasan syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin hafi zhahullâh terhadap kaidah ini

Diangkat dari al-Qawa’idul Hisan alMuta’lliqatu Bi Tafsiiril Qur’an dengan sedikit tambahan dari penjelasan Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin hafi zahullah dan syarah Syaikh Khalid bin Abdullah al-Mushlih hafi zhahullah.

EDISI 04-05/THN XV/RAMADHAN-SYAWAL 1432H/AGUSTUS-SEPTEMBER 2011M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/ushul-tafsir/nilai-tergantung-niat/